Menanti Gong Wisata Telusur Sungai di Ogan Ilir Catatan : IKLIM CAHYA (Wartawan 789, Peserta Wisata Telusur Sungai). 

“SUATU hari nanti, ingin sekali melihat perahu-perahu wisata yang mengangkut wisatawan, berseliweran melintasi Sungai Ogan dan Sungai Kelekar di Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan. Mereka asyik menikmati indahnya Bumi Caram Seguguk dari sungai.

Pagi itu, Kamis 15 Mei 2025, Sungai Kelekar di Ogan Ilir Sumsel, nampak tenang. Kendati malamnya diguyur hujan. Empat perahu “ketek” berisi 40 orang wartawan , merangsek menyusuri sungai terbesar kedua di Bumi Caram Seguguk itu. Hari itu para wartawan yang bertugas di Sumatera Selatan, sengaja melakukan kegiatan reportase telusur sungai di Ogan Ilir. Kegiatan perdana yang digagas Yayasan Wartawan Hebat 789 bekerjasama dengan Pemkab Ogan Ilir ini, diniatkan untuk mengangkat dan mempromosikan potensi wisata telusur sungai. Semoga ke depan menjadi agenda wisata andalan di kabupaten yang berdiri tahun 2004 ini.

*Salah satu lokasi di pinggiran sungai (BI)

Ogan Ilir beruntung karena dekat dengan Kota Palembang, ibukota Provinsi Sumsel. Karena itu bila objek wisata telusur sungai ini berkembang, maka wisatawan atau siapapun yang datang ke kota Palembang, dapat meluangkan waktu sehari untuk “berlayar” ke Bumi harapan, Ogan Ilir.

Namun untuk mewujudkan impian tersebut, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ogan Ilir (OI), perlu berupaya secara sungguh-sungguh khususnya Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata OI.

Idealnya wisata telusur sungai ini dimulai dari kota Palembang, lalu masuk ke Sungai Ogan melalui “pintu” Kertapati, terus masuk ke Ogan Ilir melintasi Kecamatan Pemulutan, Indralaya dan finish di Desa Burai Darussalam Kecamatan Tanjung Batu, desa yang pernah meraih predikat juara 2 nasional kategori ekowisata.

Pemandangan indah di sisi sungai Ogan yang dilintasi (BI)

Untuk maksud tersebut, Pemkab OI atau investor yang berminat, harus menyiapkan sejumlah perahu wisata yang ukurannya disesuaikan dengan kondisi dan medan Sungai Ogan. Hal yang paling perlu dipertimbangkan yakni ketinggian perahu supaya bisa melintas di bawah jembatan, yang banyak membentang di sepanjang Sungai Ogan dan Sungai Kelekar.

Selain itu, panjang perahu juga perlu dibikin seideal mungkin. Intinya suara mesin perahu harus diredam, sehingga penumpang masih dapat bercerita atau bercengkrama, tanpa terganggu bisingnya suara mesin perahu.

Ketika rombongan wartawan mencoba menembus sungai Kelekar, yang dimulai dari Dermaga Desa Talang Pangeran Ilir Kecamatan Pemulutan Barat (pertemuan sungai Ogan dan sungai Kelekar), perjalanan yang ditempuh mencapai 4 jam. Mulai bergerak sekitar pukul 09.15 WIB dan tiba di Desa Burai sekitar pukul 13.15 WIB. Waktu tempuh yang relatif cukup lama. Karenanya ke depan perlu rekayasa mesin perahu, secepat perahu karet yang bisa ditempuh dalam waktu 3 jam.

Asyik tapi Jenuh

Menyusuri sungai Kelekar sebetulnya mengasyikan. Selain kondisi udaranya cukup segar, kita juga dapat menyaksikan denyut kehidupan di perairan sepanjang sungai. Sejumlah pencari ikan, petani di pinggiran sungai, warga yang masih menggunakan sungai untuk mandi, serta aktifitas nelayan kerambah ikan, mewarnai hampir di sepanjang sungai. Terutama dari Talang Pangeran hingga ke Indralaya. Hanya setelah melewati kawasan Tanjung Senai, terlihat sepi dari aktifitas. Karena hanya ada dua desa yang dilintasi yakni Tanjung Pering dan Tanjung Baru di Kecamatan Indralaya Utara. Di dua desa ini, warga tidak menggunakan aliran sungai dalam beraktifitas. Karenanya di area antara Desa Tanjung Baru dan Desa Burai tepat bila dibangun pos penjagaan.

Wisatawan dapat singgah di destinasi yang harus disiapkan jika program ini berjalan (BI)

Para wartawan yang ikut wisata telusur sungai, tak henti mengabadikan suasana di sepanjang sungai tersebut. Termasuk memotret rumah-rumah tua berbentuk Limas yang terlihat dari sungai.

Tapi dibalik itu ada beberapa hal yang sepertinya perlu dibenahi, seperti papan nama desa yang belum ada yang bisa dibaca dari sungai, rumput atau kumpai yang mengganggu sungai, termasuk masih ada “bong” tempat warga buang ‘hajat’.

Karena itu gerakan Prokasih (Program Kali Bersih) perlu digalakkan dengan melibatkan pemerintah desa dan warganya. Supaya sungai menjadi indah dan terlihat bersih.

Melintasi sejumlah wilayah Ogan Ilir dari sungai, terasa lebih nikmat dan agak berbeda dibanding lewat darat. Mungkin karena Jarang-jarang dilakukan.

Tempo doeloe, sungai memang menjadi urat nadi lalu lintas orang. Tapi setelah jalan darat terbuka, maka lambat laun, sungai menjadi sepi dan makin sepi. Nah supaya sungai tetap bisa menjadi “primadona”, maka menjadikannya sebagai objek wisata sangatlah tepat.

Perlu Tempat Persinggahan

Selain merekayasa perahu supaya terasa nyaman dan lebih cepat. Hal lain yang perlu dilakukan adalah membuat tempat-tempat persinggahan di sejumlah desa yang dilintasi. Minimal di setiap kecamatan ada 1 – 2 titik yang bisa disinggahi.

Titik yang disinggahi ini bisa berupa warung terapung, atau bisa juga sejumlah rumah limas disulap menjadi rumah persinggahan. Di titik yang disinggahi ini menjadi tempat makan, tempat beli oleh-oleh, dan sebagai pusat informasi potensi setempat. Dengan demikian sambil menikmati kudapan, pengunjung bisa mendengar informasi tentang desa atau kecamatan yang disinggahi. Hal ini juga bisa mengangkat usaha BUMDes atau UMKM setempat. Efeknya bisa mengangkat ekonomi masyarakat.

Penulis (Iklim Cahya) bersama rekan jurnalis 789 mengikuti susur sungai (BI)

Untuk membangun fasilitas pendukung wisata telusur sungai ini, tidak perlu menunggu investor. Tapi cukup dilakukan oleh BUMDes atau kerjasama antar desa. Bisa juga melalui APBD.

Konsep pengembangan wisata telusur sungai ini, dari paparan Kades Burai Erik Asrillah di depan puluhan wartawan peserta telusur sungai, sudah mulai direncanakan oleh Desa Burai. Walau titik tekan Pak Kades lebih focus pada Desa Burai sebagai titik akhir wisata telusur sungai.

Sementara visi wartawan 789, lebih kepada pengembangan wisata telusur sungainya. Tapi rencana desa Burai ini semakin memperkaya konsep wisata telusur sungai. Bila rencana ini didukung penuh oleh Pemkab OI dan Pemprov Sumsel, apalagi oleh Kementerian Pariwisata, yakin tidak begitu lama hal tersebut bisa terwujud. Kuncinya pada political will dari semua pihak yang terkait.

Selain itu yang perlu juga dilakukan, selain persiapan fisik lapangan, adalah penyiapan sosial yakni terciptanya kesadaran masyarakat bahwa kehadiran para wisatawan/pengunjung ke Ogan Ilir, adalah sebuah keberkahan. Karena itu terciptanya suasana aman dan nyaman bagi pengunjung adalah hal mutlak. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *